I'm Speechless

Sore itu sepulang dari sekolah, aku masih berkesempatan untuk ngurus tanaman di pekarangan rumah, sambil memperhatikan beberapa anak tetangga yang sedang bermain petak umpet di sekitar rumahku.
Saat tanganku masih sedikit berlumuran tanah kotor, terdengar suara tek… tek… tek… bakso, bakso bakar !!!, suara tukang bakso lewat.
Sambil menghentikan tukang bakso yg lewat. “Baangg, beli 5 tusuk bakso untuk 7 bungkus yakk !!,”
Setelah bakso selesai dibungkus lalu aku membayarnya. Tapi ada satu hal yang sangat berkesan yang belum pernah kujumpai selama ini. Abang baksonya memisahkan-misahkan uang yang diterimanya. Yang satu disimpan di laci, yang satu ke dompet, dan satu lagi ke celengan kaleng. Karena aku penasaran dengan tindakan abang bakso lalu aku nanya.
“bang, kalau boleh tau, kok uang-uangnya dipisahkan gtu ya ? barangkali ada tujuan nya ?”J
“iya dek, memang sengaja saya memisahkan uang ini selama jadi tukang bakso yang sudah berlangsung hampir 15 tahun. Tujuannya sederhana saja, hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak saya, mana yang menjadi hak orang lain, amal ibadah dan mana yang menjadi hak cita-cita penyempurnaan separuh agama seorang muslim”.
“Maksudnya gmna ya bang ?”
Aku nanya lagi, hehehe.. maklum aj lah klo si memey ni :D
“Iya dek, kn agama kita menganjurkan kita agar bisa berbagi dengan sesama. Sengaja saya membagi 3 tempat, dengan pembagian sebagai berikut :
1.     Uang yang masuk ke dompet, artinya untuk keperluan hidup sehari-hari alias jajan pribadi, kn gk mungkin dah gede masih minta sama ortu kn.
2.    Uang yang masuk ke laci, artinya untuk infaq/sedekah, atau untuk melaksanakan ibadah Qurban. Dan Alhamdulillah selama saya 15 tahun jadi tukang bakso saya selalu kut qurban seekor kambing, meskipun kambingnya yang ukuran sedang aj. Dan tahun depan saya berniat untuk memberikan hadiah Umrah untuk Ibu saya.
3.    Uang yang masuk ke celengan, karena saya ingin menyempurnakan separuh agama yang saya pegang yaitu Islam. Sunah Rasulullah kepada umatnya yang sudah mampu agar segera menikah, iya kn?, ada tuh dalam surah An-Nur ayat 32, coba ntar baca terjemahannya. Menikah pastinya butuh biaya yang lumayan besar, krn nikah gk segampang membalikkan telapak tangan. Jd saya bertekad untuk ngumpulin uang mahar dulu demi menghalalkan si Dia, ibu saya udah kenalin sama anak tetangga kampong, tapi saya masih minder gini apa lagi cuma berprofesi tukang bakso dan guru ngaji.”

WaaWww, mulai Baper lg kan gue nya gara² diingatin tentang nikah.. L
Anyways, hatiku sangat tersentuh mendengar jawaban abg tukang bakso tu. Sungguh sebuah jawaban sederhana yang sangat mulia. Bahkan mungkin kita yang memiliki nasib sedikit lebih baik dari si tukang bakso tersebut, belum tentu memiliki pikiran dan rencana yang indah dalam hidup sesederhana itu. Dan seringkali berlindung di balik kata “belum mampu atau belum ada rejeki“. Hahhaha...
“Menurut saya definisi kata “mampu“ adalah sebuah definisi dimana kita diberi kebebasan untuk mendefinisikannya sendiri. Kalau dipikiran kita medefiniskan diri sendiri sebagai orang yang gk mampu, maka mungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu. Sebaliknya kalau kita mendefinisikan diri sendiri “mampu“, maka انشاء الله dengan segala kekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi kemampuan pada kita kok“.
“Masya Allah, sebuah jawaban mulia dari seorang tukang bakso“.
Bersyukur aku sore itu ketemu tukang bakso yang baik dan berjiwa mulia gtu. Jarang² loh ada tukang bakso berwujud seorang guru ngaji lwat dari depan rumahku. Who knows? Wallahu’alam bishawab_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Secuil Kisah Kebab

Variously..